Senja di dermaga itu mengingatkanku pada tempat hati kita pertama kali bertemu. Hujan masih belum habis benar jatuh dari cumulus nimbus yang beriring ke Timur. Angin berhembus memporakporandakan dahan waru yang menggenggam lemah daun kecil. Mengoyangnya perlahan. Hingga ia terlepas, berpilin, kemudian jatuh berguling diantara pasir-pasir pantai yang basah. “Senja dan hujan..perpaduan yang menarik bukan..?mereka bertentangan namun saling melengkapi keindahan masing-masing” bisikmu perlahan waktu itu.
Aku tak mampu berkata apa-apa. Hanya senyum mengembang dari tubuhku yang duduk meringkuk memeluk kedua kaki yang dapat kutunjukkan. Aku tahu ini bukan sekedar tentang pertanyaanmu, dan kau tentunya tak hanya mengharapkan jawaban ‘sangat menarik..’ dariku. Kita telah lama saling mengenal, meskipun jarak dan pertemuan belum mendukung kita. Kau pastinya tau bukan?tau kalau aku menyukai senja yang tampak megah dengan siluet jingganya. Dan akupun mengerti. Kau menyukai hujan, yang selalu kau mainkan rintiknya agar memenggelitik jari kananmu sampai kuyup sekujur lenganmu.
Hujan dan senja di dermaga itu. Bukan hanya tentang apa yang kau dan aku lihat. Tapi ini tentang kita, yang tak juga bersuara gamblang tentang apa yang kita sama-sama rasa. Mungkin hati kita berbicara terlalu banyak, sehingga menyumpal saluran pengalir kata ke lidah kita. Dan kitapun terus berbicara dalam diam dan senyuman.
“Kita tak hanya menunggu hujan dan senja bukan..?” aku memberanikan diri berbicara tanpa menjawab pertanyaanmu. “Kita menunggu hadirnya pelangi..” lanjutku secepat mungkin sebelum lidahmu sigap untuk mengeluarkan suara. Ya benar. Aku dan dia memang menunggu pelangi yang melengkung indah di langit jingga. Pelangi yang dapat mempersatukan hujan dan senja tanpa banyak berbicara.
so sweeeettt kaka pujangga kita ini ๐
smangaaatt!!terus berkarya yaaaa ๐
Salam kenal.. ๐ dapat link dari MP..
@ rista
๐
yap2 ayoo menuliss..
@ dino
salam kenal juga dino..
salam kenal kak…
wah wah… tulisannya bagus sekali. terasa hidup